Fatwa DSN MUI

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ( Fatwa DSN MUI)

Al-Ifta atau memberi fatwa dilakukan oleh kelompok para pakar ijtimâ’ jamâ’iy terhadap persoalan tertentu yang umumnya menyangkut kepentingan luas. Al-ifta (memberi fatwa) juga dapat dilakukan oleh perorangan dalam bentuk menjelaskan status hukum persoalan tertentu yang umumnya menyangkut masalah perorangan.

Prof. Dr (HC). KH. Ma’ruf Amin, Guru Besar Hukum Ekonomi Syariah menjelaskan beberapa faktor yang menjadikan al-ifta secara kelompok lebih didahulukan untuk dipilih daripada al-ifta perorangan;

Perkembangan spesialisasi ilmu pengetahuan, dewasa ini ilmu pengetahuan semakin spesifik dibahas dan dipelajari. Spesialisasi Bahasa Arab, fiqh dan ushul fiqh dan berbagai disiplin ilmu yang lebih khusus menyebabkan seorang ilmuwan tidak lagi dapat menguasai ilmu pengetahuan yang menyeluruh sebagaimana halnya ulama terdahulu. Dalam memecahkan  suatu persoalan, sering diperlukan informasi dan pemikiran dari berbagai ilmuwan yang bidangnya terkait dengan persoalan tersebut

Ijtimâ’ jamâ’iy di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah forum-forum yang khusus diadakan oleh organisasi keagamaan di Indonesia. Misalnya, Komisi Fatwa MUI, Bahtsul Masâil Nahdhatul ‘Ulamâ, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Lembaga Hisbah Persis dan forum ‘ulama lainnya.

Dalam konteks persoalan-persoalan fiqh di Lembaga Keuangan Syariah Indonesia, Kami (Sharia Business Intelligence) mengikuti fatwa-fatwa yang diterbitkan oleh Forum Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan/atau Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).

Fatwa DSN MUI bukan lahir dalam sehari, melainkan lahir melalui proses panjang berhari-hari. Fatwa DSN MUI bukan lahir dari hasil kontemplasi pribadi, melainkan lahir dengan melibatkan beragam ahli ; ‘Ahli Fiqh, Ahli Ushul Fiqh, Ahli Bahasa, Praktisi, Regulator, Ahli Hukum (Positif) dan  pihak terkait lainnya. Sepanjang pengamatan, fatwa yang diterbitkan DSN MUI tetap mempertimbangkan aspek hukum positif yang mengikat objek fatwa, common practice yang terjadi pada objek fatwa, juga perspektif sosio-kultural masyarakat Indonesia. Inilah yang menjadi pembeda Fatwa DSN MUI.

Komentar